Jumat, 11 Mei 2012

Tradisi mempersembahkan anak ke Prostitusi



Sebut saja Puja. Usia gadis ini sekitar 13 tahun. Masih sekolah. Suka menyanyi dan menari. Sambil tertawa, ia melontarkan mimpi ingin menjadi bintang film suatu saat nanti. Jauh di balik kepolosannya sebagai gadis desa, Puja mempunyai pemikiran maju. Ia adalah gadis nomer satu di keluarganya yang sekolah, dan bertekad menyelesaikannya. Tidak terlalu banyak gadis di lingkungannya yang mempunyai tekad serupa.
Ia tak ingin bernasib seperti Priya, wanita berusia hampir 40 tahun yang dipaksa hidup di lingkungan prost1tusi sesaat setelah memasuki masa pubertas.
Menjual anak wanita yang memasuki usia pubertas ke prost1tusi menjadi cerita jamak di Distrik Bharatpur, India. Bahkan, menjadi bagian tradisi masyarakat setempat yang ditandai upacara menyambut masa pubertas: Nathni Utarna.

Upacara itu menjadi penanda seorang gadis siap dikirim ke perdagangan seks. Siap tidur dengan klien pertamanya.
Masyarakat tak melihat ada yang salah saat seorang ayah membawa anak gadisnya ke dalam bisnis seks. Begitu pula saat seorang pemuda membawa adiknya ke tempat pelacuran. Mereka hanya melihatnya sebagai tradisi turun-temurun.
Tradisi itu berawal dari budaya devdasi, yang artinya persembahan untuk Tuhan. Anak-anak wanita didedikasikan sebagai pekerja seksual atas nama agama. Hanya, tradisi yang mulanya wujud persembahan keagamaan ini telah menjelma menjadi ladang bisnis yang menjanjikan kehidupan layak.
Plan India, sebuah lembaga sosial terus berupaya untuk menghapus tradisi tersebut. "Banyak wanita di pusat rehabilitasi memastikan bahwa anak-anak wanita di keluarga mereka tak melanjutkan tradisi ini," ujar Anil Kapoor, salah satu aktivis Plan India, kepada CNN.
"Sebuah langkah kecil, tapi arahnya sudah benar. Mengubah pola pikir wanita di pedasaan adalah kuncinya," ujarnya. "Saat ini, saat wanita-wanita sudah mempunyai pendirian sendiri melawan prost1tusi, saya optimistis tradisi itu bisa diakhiri."
Plan India membidik anak-anak wanita yang belum terjerumus ke dalam pelacuran. Sebab, mereka yang sudah terlanjur masuk ke dalam bisnis tersebut umumnya sulit melepaskan diri karena terikat penghasilan yang menjanjikan. "Pendidikan adalah kunci untuk mengubah."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Choose Label

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani